Lewati ke konten utama
Edisi PerdanaDiverifikasi MPKBaru⏱️ 2 menit baca • berita 1.txt

Ekskursi Kebinekaan: Kisah Nyata Sekolah Merajut Toleransi Sejak Dini

KegiatanKebinekaanWawasanCiamisJawa BaratDarussalamMiftahul UlumPersaudaraan
Fakta Singkat:
  • Lokasi: Ciamis, Jawa Barat
  • Mitra: Pondok Pesantren Darussalam & Pesantren Miftahul Ulum
  • Peserta: 114 siswa
  • Program: Live In, Kuliah Subuh, dialog lintas iman, latihan Pagar Nusa
Gelombang intoleransi yang menguat dalam beberapa dekade terakhir di Indonesia menemukan penawar terbaiknya: aksi nyata di ruang-ruang pendidikan. Sebuah video liputan berita baru-baru ini menyoroti inisiatif pendidikan yang sangat "menenangkan hati," di mana sekolah-sekolah mengambil langkah proaktif untuk merayakan perbedaan, alih-alih menjadikannya sebagai ancaman. Inti dari laporan ini adalah program "Ekskursi Kebinekaan" yang digagas oleh SMA Katolik Santo Yakobus di Jakarta. Pada akhir Oktober lalu, sebanyak 114 siswa-siswi sekolah tersebut melakukan perjalanan yang luar biasa ke Ciamis, Jawa Barat. Kunjungan ini bukan sekadar study tour biasa, melainkan sebuah pertukaran budaya dan spiritual yang mendalam. Para siswa SMA Katolik tersebut, misalnya, berpartisipasi dalam Kuliah Subuh di Pondok Pesantren Darussalam. Sebagai bentuk penghormatan, para siswi bahkan mengenakan batik panjang dan jilbab saat mengikuti kegiatan. Setelah itu, rombongan melanjutkan kunjungan ke Pondok Pesantren Miftahul Ulum di hari berikutnya dengan program "Live In," di mana mereka disambut hangat oleh para santri dengan iring-iringan gendang, menumbuhkan vibe persahabatan yang kental. Kegiatan ini bahkan mencakup latihan pencak silat Pagar Nusa. Para pimpinan pesantren menyambut penuh antusias kegiatan ini, menegaskan bahwa dialog dan kegiatan semacam ini adalah fondasi penting untuk menyambung hubungan antar pemuda Indonesia tanpa sekat agama. Gerakan yang Menyebar dan Berakar Sejak SD Fenomena ini tidak terbatas di tingkat SMA. Pendidikan toleransi ternyata sudah berakar kuat di tingkat sekolah dasar. Laporan tersebut menyebutkan beberapa contoh inspiratif lain: SD Islam Arrahman di Jombang yang mengunjungi SD Kristen untuk memahami praktik ibadah agama lain. SD Strada di Tangerang yang mengadakan wisata ke berbagai rumah ibadah, termasuk Masjid, Gereja, Wihara, dan Kelenteng, sebagai upaya nyata mengenal semua keyakinan di Indonesia. Pengalaman ini didukung pula oleh cerita pribadi narasumber tentang anaknya yang bersekolah di Madania, sebuah sekolah yang didirikan oleh tokoh Islam terkemuka, Nur Kholis Majid, yang konsisten memperjuangkan pluralisme. Melalui program "Mengenal Agama Lain," anak-anak diajarkan tentang Islam, Kristen, Buddha, dan Hindu secara setara, memastikan mereka melihat keberagaman bukan sebagai ancaman, melainkan sebagai kekayaan. Tantangan Kurikulum dan Pengajar Laporan ini juga menyoroti bahwa inisiatif di sekolah sejalan dengan langkah maju pemerintah. Rencana Prof. Nasaruddin Umar, Menteri Agama, untuk memasukkan pengajaran keberagaman dalam kurikulum pendidikan agama disambut positif. Namun, tantangannya terletak pada implementasi. Narasumber mengingatkan bahwa keberhasilan program ini sangat bergantung pada toleransi pengajar. Kurikulum yang baik akan sia-sia jika dieksekusi oleh guru yang justru mengajarkan perbedaan sebagai sumber konflik—suatu fenomena yang disayangkan terjadi di sejumlah lembaga pendidikan. Oleh karena itu, pemerintah didorong untuk tidak hanya mengubah kurikulum, tetapi juga menyediakan pelatihan (training) yang komprehensif bagi para guru agama. Aksi-aksi lokal seperti yang dilakukan SMA Santo Yakobus dan pesantren-pesantren di Ciamis adalah cerminan dari semangat "Kita Berbeda, Kita Bersaudara, Kita Indonesia." Kisah-kisah ini menjadi harapan agar keberanian merangkul perbedaan terus berlanjut, didukung oleh kebijakan pusat, dan menjadi norma di setiap institusi pendidikan.

End of article • Related posts (sekolah sama + kategori serupa)

Daftar Sekolah